English to Indonesian: When Lying Becomes An Ordinary Thing: Ethics in The Post-Truth Era General field: Social Sciences | |
Source text - English In Indonesia, the post-truth phenomenon is usually seen more often as a literacy or legal problem. In fact, when understood as new forms of political dishonesty, post-truth must be seen as an ethical problem. This study examines the post-truth phenomenon that takes place in the political reality in Indonesia using communication ethic. The study uses two methods, rhetorical analysis to analysis of Hoax spread on social media and participatory observations in WhatsApp groups. This study found that post-truth basically occurs because of the low ethics of media users in producing, consuming, and sharing social media content. They intentionally created “dishonest facts” in order to achieve their own goals. People involved in post-truth are very ideological and lack social sensitivity. They only care about the narratives they want to build and receive. So, the truth becomes less important. This research suggests that political communication in the post-truth era must be based on the ethics of communication in order to build a strong and stable democracy, and people who use social media must consider the ethics of communication | Translation - Indonesian Di Indonesia, fenomena pascakebenaran biasanya lebih sering dilihat sebagai masalah melek huruf atau hukum. Faktanya, ketika dipahami sebagai bentuk baru dari ketidakjujuran politik, pascakebenaran harus dilihat sebagai masalah etika. Studi ini membahas tentang fenomena pascakebenaran dalam realitas politik di Indonesia menggunakan etika komunikasi. Studi ini menggunakan dua metode, yaitu analisis retoris untuk mengananalisis penyebaran Hoax di media sosial dan observasi partisipatif dalam grup WhatsApp. Studi ini menemukan bahwa pascakebenaran pada dasarnya terjadi karena rendahnya etika pengguna media dalam membuat, mengonsumsi, dan menyebarkan konten media sosial. Mereka membuat "fakta tidak jujur" secara sengaja demi tujuan mereka sendiri. Orang-orang yang terlibat dalam pascakebenaran sangat ideologis dan memiliki kepekaan sosial yang rendah. Mereka hanya peduli pada narasi-narasi yang ingin mereka bangun dan terima. Jadi, kebenaran menjadi kurang penting. Penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi politis dalam era pascakebenaran harus didasarkan pada etika komunikasi demi demokrasi yang kuat dan stabil, dan para pengguna media sosial harus mempertimbangkan etika komunikasi |